Pulau yang hilang

"Cepat Keluar!"



"Cepat Keluar!"

0"Hei!! Kalian ini kenapa!" Tegas Matt meski ketakutan. Ia perlahan mundur sampai terpentok tembok dan ia kini tak bisa kemana-mana.     
0

'Kenapa mereka ini! Kesurupan setan kah? Tapi kok bisa barengan ya?' Heran batin Langjt.     

"Siapa kau sebenarnya?!" Gertak Jo dengan tatapan serius dan menyelidik. Pisau di tangannya dimainkan dengan lihai. Tajamnya melebihi tatapan tajam Jo dan Matt tadi. Kilaunya memberitahu itu. Tubuhnya dipegang erat oleh Matt dari samping. Langit tak bisa berbuat apapun kini.     

Langit kembali menelan ludahnya. Tapi ia belum siap jika harus mati sekarang. Banyak yang harus ia persiapkan sebelum itu. Meski hatinya berkecambuk, pikirannya sudah tak karuan, namun gelagatnya masih mencoba untuk tetap tenang.     

"A-Aku Langit, kau ingat? Kau yang memberi nama itu, Matt," Ucap Langit dengan hati-hati.     

"Aku tidak bertanya namamu! Aku bertanya siapa dirimu?! Yang sebenarnya!!!" Gertak Jo lagi dengan pisau yang ia todongkan tepat di leher Langit.     

Langit bingung, tentu saja ia bingung, harus jelaskan apa pada wanita itu. Tanpa ada niatan berbohong, ia pun menceritakan awal pertemuannya dengan Matt hingga akhirnya ia dibawa ke tempat tersebut.     

"Darimana dirimu sebenarnya?! Kau pasti berbohong tentang lupa ingatan itu!" Selidik Jo lagi. Cerita Langit tadi dianggapnya sebagai rekayasa dan kebohongan saja untuk mengungkap tentang Matt.     

Langit sudah berkata jujur yang sejujur-jujurnya, tak ada kebohongan sedikit pun apa yang ia ucapkan tadi. Ia benar-benar bingung harus menjelaskan apa lagi pada mereka agar percaya pada ucapannya.     

Langit tampak terbata kini hendak menjawab pertanyaan Jo tadi, "A- A.. A.."     

"Kau pasti tak bisa menjawabnya kan? Otakmu pasti sedang bingung mencari jawaban yang tepat agar aku percaya padamu, kan? Tidak semudah itu, Bodoh!!" Bentak Jo tampak berambisi untuk segera menghabisi pria itu. Pisau tajam di tangannya hendak ditancapkan ke leher Langit. Yang tentu saja hal itu membuat Langit memejamkan matanya ketakutan.     

Namun Jo tampaknya masih memberinya satu lagi kesempatan, ia menarik kembali pisaunya diikuti gelak tawa setelah melihat ekspresi Langit yang begitu ketakutan. Jo kembali bertanya dengan nada tinggi, "Aku tanya kau sekali lagi, Siapa kau sebenarnya dan siapa yang mengirimmu kemari?! Kalau kau tak mau mengaku, aku tak akan segan-segan menancapkan pisau ini di leher manismu itu! Cepat katakan!!"     

Langit kembali bingung dibuatnya, karena apa ia katakan tadi sudah jujur, tak ada kebohongan sama sekali. Tapi ia juga tak mau jika ia mati bodoh disini. Usaha melawan dan melarikan diri terlintas di pikirannya.     

Tubuhnya menggertak seketika. Pelukan Matt di tubuhnya terlepas. Tangannya dengan sigap menarik tangan Jo yang menggenggam pisau. Tentu saja Jo tak mau kalah, ia menggenggam lebih erat pisau itu saat Langit mencoba menggenggam tangannya dan berusaha merebutnya.     

"Lepaskan tanganku!" Pinta Jo yang masih berusaha melepaskan genggaman tangan kekar Langit di tangannya.     

"Tidak!" Timpal Langit lebih keras.     

"Lepaskan!" Ucap Jo berusaha keras melepas.     

Langit terus berusaha membuka jari jemari Jo dari gagang pisau itu untuk merebutnya.     

"Buang pisaunya!" Suruh Langit yang kemudian melepas genggamannya dari tangan Jo. Dengan sigap dan cepat ia mengambil sebuah shotgun dari saku celana Jo yang dilihatnya saat sedang saling tarik pisau dengannya.     

Langit menodongkan shotgun ke arah Jo yang sontak membuatnya terkejut. Namun Jo tak kalah cepat, ia juga menodongkan pisau ke arah Langit. Kini mereka terjebak dalam sikap saling menodong.     

Pergerakan Matt terdeteksi Langit yang hampir saja akan mematahkan posisinya. Lantas ia berbalik ke arah Matt yang ada di belakangnya. Dirinya mundur beberapa langkah. Hingga Jo dan Matt kini ada dalam pengawasannya. Shotgunnya diarahkan pada keduanya secara bergantian.     

"Apa yang kalian mau?!" Gertak Langit.     

"Sebenarnya kalian ini siapa?!" Lanjut selidiknya.     

Ketegangan diantara mereka tiba-tiba berubah menjadi heran di mata Langit. Saat Jo tiba-tiba menurunkan pisaunya dan berkata diikuti kekehan kecil, "Ayolah Langit! Kita hanya bercanda, kau benar-benar sangat siaga ya?"     

Langit mengernyitkan dahinya keheranan. 'Kenapa wanita ini?' Herannya dalam hati.     

Bukan hanya Langit, Matt juga keheranan akan perubahan sikap yang Jo tunjukkan,'Ada apa dengan Jo?'     

Jo menatap kedua wajah di hadapannya bergantian. Wajah mereka benar-benar kelihatan sangat lucu di mata Jo.     

"Hei! Kenapa kalian menatapku seperti itu? Langit! Sudah turunkan senjatamu! Aku bilang aku hanya bercanda, apa kau juga tak tahu artinya bercanda?" Ungkap Jo yang kemudian mendekat ke arah Langit yang mematung dengan todongan shotgun di tangannya yang siap kapan saja ditembakkan. Perlahan Jo menarik kembali shotgun di tangan Langit untuk diaimpannya kembali ke dalam sakunya. Namun, Langit tak mau melepasnya meski mematung.     

"Kenapa kau ini?!" Selidik Langit yang kemudian menarik shotgun yang hendak diambil Jo.     

"Aku cuma bercanda," Celetuk Jo yang dalam hatinya memohon,'Ayo! Percayalah padaku!'     

"Ayo kembalikan shotgun milikku itu!" Pinta Jo.     

Langit menatap shotgun di tangannya. Benaknya menganalisis sesuatu.     

'Jika aku berikan shotgun ini, berarti aku sudah tak punya pertahanan jika ia hanya berpura-pura bercanda,'     

"Tidak!" Seru Langit yang kemudian menyembunyikan shotgun itu di belakang tubuhnya.     

"Hei! Itu milikku!" Protes Jo.     

'Kenapa dia tak mau percaya?!' Geram Jo dalam hati.     

"Sebelum kau pergi dari sini!" Lantang Langit yang membuat Jo semakin geram.     

Jo merasa tidak dihargai setelah Langit mengucapkan hal itu, sontak saja ia menolaknya, "Oh.. Kau mau mengusirku?! Tidak! Aku tak mau pergi dari sini!"     

"Ya sudah, shotgun ini akan tetap di tanganku kalau begitu," Timpal Langit yang kemudian duduk di dekat Matt yang sedari tadi masih saja keheranan.     

Jo menimbang pilihan yang diberikan Langit tadi. Ia tampak terdiam saat Langit melewatinya untuk duduk di samping Matt barusan.     

"Baiklah! Aku akan keluar! Berikan shotgun itu padaku!" Ucap Jo yang membuat Langit dan Matt seketika menatapnya.     

Langit beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan mendekat ke arah Jo dengan harapan ia akan segera memberikan shotgun itu pada Jo. Namun tentu saja tidak, Langit melewati Jo dengan santai dan mendekat ke pintu.     

"Ayo! Buka pintunya!" Suruh Langit pada Jo. Untuk memastikan Jo benar-benar akan pergi dari ruangan ini.     

Mau tidak mau Jo harus menuruti permintaan Langit demi mendapat kembali shotgun miliknya. Jo membuka pengunci pintunya dengan menempelkan smartwatch di tangan kirinya ke sebuah lubang di bagian tengah kemudi pembuka pintu. Setelah itu, Jo memutar kemudinya dan pintu pun terbuka.     

"Cepat keluar!" Perintah Langit.     

'Sial! Dia benar-benar mengusirku! Kenapa si Matt itu diam saja?!' Kesal Jo dengan terpaksa ia harus keluar dari ruangan itu.     

Setelah Jo ada di luar ruangan itu, ia mematung menunggu Langit memberikan shotgun miliknya padanya kembali. Namun Langit masih belum juga memberikannya, ia malah kembali meminta pada Jo, "Mundur tiga langkah!"     

"Ishh!!" Geram Jo sekali lagi dengan terpaksa ia harus menuruti perintah pria baru itu.     

'Aku harus bisa masuk lagi setelah ini,' Optimis Jo.     

Dengan cepat saat Jo telah berada pada jarak 3 meter dari pintu, Langit melempar shotgun itu pada Jo sembari berkata, "Tangkap ini!"     

Jo terkejut saat itu, karena Langit melakukannya secara tiba-tiba meski sebenarnya dari tadi ia memperhatikannya.     

Happ..     

Jo menangkap shotgun itu dengan kedua tangannya. Dengan cepat pula Langit menutup pintunya dan meminta Matt menguncinya. Pintu itu hanya bisa terkunci dari dalam. Sedangkan dari luar, pintu hanya bisa terkunci oleh putaran kemudinya saja.     

"Matt! Cepat kunci pintunya!" Suruhnya pada Matt.     

Matt yang sedang melamun membayangkan kejadian tadi, ia cukup terkejut dan segera saja beranjak dari tempat duduknya.     

"Ah.. Ya!" Singkatnya yang menurut saja pada ucapan Langit. Ia mendekat ke arah pintu.     

Sesaat setelah Matt mendekat ke pintu itu, Langit hendak kembali ke tempat duduknya tadi. Membiarkan Matt yang dalam pikirannya sedang mengunci pintu itu.     

"Wanita itu benar-benar sudah gila!" Celetuk Langit.     

Klekkk...     

Terdengar pintu itu terbuka. Langit segera berbalik untuk memastikan asal bunyi itu. Dan benar saja, Matt malah membukanya.     

"Hei! Matt! Tutup pintunya!" Suruh Langit yang sama sekali tak digubris Matt.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.